BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Filsafat merupakan bagian dari hasil berpikir dalam mencari hakikat segala sesuatu secara sistematis, radikal dan universal. Sedangkan filsafat Islam itu sendiri adalah hasil pemikiran filosof tentang ketuhanan, kenabian, manusia dan alam yang didasari ajaran islam dalam suatu aturan pemikiran yang logis dan sistematis serta dasar-dasar atau pokok-pokok pemikirannya dikemukakan oleh para filosof Islam.
Setiap filosof pendidikan Barat maupun filosof pendidikan Islam pasti mempunyai aliran yang dicetuskan maupun yang dianut oleh masing-masing orang. Misalnya saja dalam filsafat pendidikan Barat ada yang namanya aliran Nativisme, aliran Naturalisme, aliran Empirisme, aliran Konvergensi, dan lain-lain. Tidak berbeda pula dengan filsafat pendidikan Islam, di dalamnya juga terdapat banyak aliran yang berbeda tetapi konteks dan rujukan tetap kepada al-Qur’an dan al-Hadist.
Dunia Islam berhasil membentuk filsafat yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan keadaan masyarakat Islam, para filsuf Islam menggunakan Al-qur’an sebagai landasan pemikirannya.
- RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja aliran atau madzhab filsafat islam?
2. Siapa tokoh filsafat islam dan pemikirannya?
- TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui apa saja aliran atau madzhab filsafat islam.
2. Untuk mengetahui siapa saja tokoh filsafat islam dan pemikirannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.ALIRAN ATAU MADZHAB FILSAFAT ISLAM
1. Aliran Peripatetik
Kata peripatetik berasal dari bahasa Yunanip ”eripatein” yang berarti berkeliling. Dalam tradisi falsafah Islam, peripatetik disebut dengan istilah “masysya’iyyah”. Kata ini berasal dari akar kata masya-yamsyi-masyyan wa timsya’an, yang berarti melangkahkan kaki dari satu tempat ke tempat lain. Dari akar kata tersebut kemudian tersusun kata al-masysya’un, yaitu para pengikut Aristoteles. Merujuk kebiasaan Aristoteles yang selalu berjalan-jalan mengelilingi muridnya ketika mengajarkan filsafat. Ciri khas aliran ini secara metodologis atau epistimologis adalah menggunakan logika formal yang berdasarkan penalaran akal.
Dalam filsafat Islam, aliran peripatetik pertama kali diperkenalkan oleh Al-Farabi. Dan secara besar-besaran mencapai puncaknya secara sempurna di tangan Ibn Sina. Namun dalam perkembangan selanjutnya, aliran ini pada umumnya dipakai oleh para filosof Islam, seperti Ibn Bajjah dan Ibn Thufail, yang dikenal sebagai dua filosof Islam yang mengembangkan filsafat peripatetik dalam konteks filsafat yang lebih luas. Bahkan pada abad pertengahan Islam, seperti Mulla Shadra,ia banyak bergantung pada filsafat peripatetik ibn Sina. Di tangan para filosof muslim, aliran peripatetik mengalami pengluasan di bidang obyek pembahasan, baik secara epistemologi maupun ontologi. Epistemologi peripatetik Islam memakai metodologi yang sifatnya diskursif dan rasional dalam mencari solusi menghadapi persoalan-persoalan filsafat. Ontologi peripatetisme islam menganut dua ajaran yang pertama, bahwa segala yang wujud di alam semesta memiliki materi dan bentuk. Segala sesuatu dapat dikatakan berwujud bila memiliki materi dan bentu. Kedua, filsafat emanasi yang menjelaskan tentang proses penciptaan alam. Alam yang beraneka ragam ini diciptakan oleh Allah Yang Maha Esa. Hal ini menunjukkan eksistensi Allah Yang Maha Tinggi dan alam yang bersifat rendah atau fana
2. Aliran Iluminasionis (isyraq)
Filsafat Iluminasionis atau isyraq adalah sebuah pemikiran filosofis yang dasar epistemologinya adalah hati atau intuisi. Secara prosedural, logika yang dibangun adalah sama dengan logika emanasi dalam paripatetisme. Namun secara substansial keduanya mempunyai perbedaan yang mendasar.
Aliran iluminasionis mengungkapkan pemikiran teosofi Suhrawardî yang memuat konsep metafisikanya. Pada bagian ini, Suhrawardî menjelaskan konsep teosofi yang berpusat pada kajian cahaya sebagai media simbolik. Suhrawardî mengelaborasi cahaya untuk mengungkapkan kesatuan pemikirannya baik pada tataran epistimologi, teologi, dan ontologi. Pembahasan utama pada bagian ini meliputi hakikat cahaya, susunan wujud, aktivitas cahaya, cahaya dominan, pembagian barzakh, persoalan alam akhirat, kenabian, dan nasib perjalanan manusia menuju purifikasi jiwa.
Menurut Seyyed Hossein Nasr, sumber-sumber pengetahuan yang membentuk pemikiran iluminasionis Suhrawardi terdiri atas lima aliran,yaitu:
1. Pemikiran-pemikiran sufisme
2. Pemikiran filsafat peripatetik Islam
3. Pemikiran filsafat sebelum Islam.
4. Pemikiran-pemikiran Iran-kuno sebagai pewaris langsung hikmah yang turun sebelum datangnya bencana taufan yang menimpa kaum Idris.
5. Berdasarkan pada ajaran Zoroaster dalam menggunakan lambang-lambang cahaya dan kegelapan
3. Aliran Irfani
Irfan dari kata dasar bahasa Arab semakna dengan ma’rifat, berarti pengetahuan. Tetapi ia berbeda dengan ilmu. Irfani atau ma’rifat berkaitan dengan pengetahuan yang diperoleh secara langsung lewat pengalaman, sedang ilmu menunjuk pada pengetahuan yang diperoleh lewat transformasi atau rasionalitas.Secara epistemologis, irfani merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan cara pengolahan batin atau ruhani bersifat intuitif, yang kemudian diungkapkan secara logis.
Pengetahuan irfani tidak didasarkan atas teks dan rasio, tetapi pada kasyf, tersingkapnya rahasia-rahasia realitas oleh Tuhan. Disebutkan juga bahwa Irfani ini erat kaitannya dengan konsep tasawuf. Karena itu, pengetahuan irfani tidak diperoleh berdasarkan analisa teks tetapi dengan olah ruhani, yang disebut zauq, di mana dengan kesucian hati, diharapkan Tuhan akan melimpahkan pengetahuan langsung kepadanya. Masuk dalam pikiran, dikonsep kemudian dikemukakan kepada orang lain secara logis. Dengan demikian pengetahuan irfani setidaknya diperoleh melalui tiga tahapan.
1. Persiapan
Untuk bisa menerima limpahan pengetahuan (kasyf), seseorang harus menempuh jenjang-jenjang kehidupan spiritual. Setidaknya ada tujuh tahapan yang harus dijalani, mulai dari bawah menuju puncak taubat, wara` (menjauhkan diri dari segala sesuatu yang subhat), zuhud (tidak tamak dan tidak mengutamakan kehidupan dunia), faqir (mengosongkan seluruh pikiran, tidak menghendaki apapun kecuali Tuhan SWT), sabar, tawakkal, ridla.
2. Penerimaan
Jika telah mencapai tingkat tertentu dalam sufisme, seseorang akan mendapatkan limpahan pengetahuan langsung dari Tuhan secara illuminatif (pencerahan). Pada tahap ini seseorang akan mendapatkan realitas kesadaran diri yang demikian mutlak (kasyf), sehingga dengan kesadaran itu ia mampu melihat realitas dirinya sendiri (musyâhadah) sebagai objek yang diketahui. Namun, realitas kesadaran dan realitas yang disadari tersebut, keduanya bukan sesuatu yang berbeda tetapi merupakan eksistensi yang sama, sehingga objek yang diketahui tidak lain adalah kesadaran yang mengetahui itu sendiri, begitu pula sebaliknya.
3. Pengungkapan
Yakni pengalaman mistik diinterpretasikan dan diungkapkan kepada orang lain, lewat ucapan atau tulisan. Namun, karena pengetahuan irfani bukan masuk tatanan konsepsi dan representasi tetapi terkait dengan kesatuan simpleks kehadiran Tuhan dalam diri dan kehadiran diri dalam Tuhan, sehingga tidak bisa dikomunikasikan, maka tidak semua pengalaman ini bisa diungkapkan.
4. Aliran Al-hikmah al-muta’aliyah
Aliran Filsafat hikmah muta’aliyah, diwakili oleh seorang filosof Syi’ah abad ketujuh belas Shadr al-Din al-Syirazi, yang lebih dikenal dengan nama Mulla Shadra. Mulla Shadra adalah seorang filosof yang telah berhasil mensintesiskan ketiga aliran filsafat yang telah didiskusikan pada pada fasal-fasal sebelum ini yaitu Peripatetik, Iluminasi dan ‘Irfani. Al-Hikmah al-muta’aliyah bukan saja menampilkan pemikiran, tetapi juga menguasai pemikiran itu dengan bukti-bukti nash, baik al-Qur’an maupun Hadis.
- TOKOH FILSAFAT ISLAM DAN PEMIKIRANNYA
1. Tokoh Aliran paripatetik
· Al kindi
Nama lengkapnya abu Yusuf ya’kub ibnu ishak ibnu Al-shabbah ibnu ‘imran ibnu Muhammad ibnu Al-Asy’as ibnu qais Al-kindi, alkindi dinisbahkan kepada kabilah terkemuka pra islam yang merupakan cabang dari bani kahlah yang menetap diyaman. Al-kindi termasuk orang yang beruntung, ketika dibagdad ia dengan cendikiawan Persia dan suria, yang diduga dari merekalah ia mendapat bimbingan sehingga ia menjadi seorang diantara sedikit orang islam Arab yang menguasai bahasa yunani dan siryani, atau kedua-duanya sekaligus
Salah satu usaha Al-Kindi memperkenalkan filsafat ke dalam dunia islam dengan cara mengetok hati umat supaya menerima kebenaran walaupun dari mana sumbernya.Menurutnya kita tidak pada tempatnya malu mengakui kebenaran dari mana saja sumbernya. Al-kindi telah membuka pintu bagi penafsiran filsof terhadap Al-quran,sehingga menghasilkan persesuaian antara wahyu dan akal,antara filsafat dan agama.
· Al Farabi
Al-farabi nama lengkapnya adalah Abu Nashr Muhammad ibnu Muhammad ibnu Tarkhan ibnu Auzalagh, yang bisa di singkat saja menjadi Al-farabi.Ia dilahirkan di Wasij,Distrik farab,Turkistan pada tahun 257 H/870 M.
Al-farabi benar-benar memahami filsafat Aristoteles yang dijuluki al-Mu’allim al-Awwal. Sehingga tidak mengherankan bila ibnu sina,yang menyandang predikat al-syeik al-rais (kiyahi utama) mendapatkan kunci dalam memahami filsafat aristoteles dari buku al-farabi,yang berjudul fi aghradhi ma ba’d al-thabi’at. Pandangan Al-farabi mengenai daya imajinasi layak mendapat perhatian khusus karena peran imajinasi dalam soal kenabian dan ketuhan, menurut Al-farabi imajinasi merupakan daya penyimpan dan penimbang, yang bertanggung jawab atas penyimpanan citra atau kesan mengenai hal-hal yang dapat diindra setelah mereka lenyap dari indra maupun pengontrolan atas citra tersebut dengan menyusun dan mengurainya untuk kemudian membentuk citra yang baru[1]. Al-farabi berkeyakinan bahwa filsafat yang bermacam-macam itu hakikat yang satu, yaitu sama-sama mencari kebenaran yang satu.
· Ibn sina
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Alial-Husain ibnu abd Allah ibnu hasan ibnu Ali ibn Sina.Dibarat popular dengan sebutan Avicenna akibat dari terjadinya metamorphose Yahudi-Spanyol-Latin. Dengan lidah spanyol kata ibnu diucapkan aben atau Aven.Terjadinya perubahan ini berawal dari usaha penerjemahan nashah-nashah Arab kedalam bahasa latin pada pertengahan abad kedua belas di spanyol.
Ibni Sina sejak usia muda telah menguasai beberapa disiplin ilmu,seperti Matematika,fisika,kedokteran,astronomi,hukum dan lain-lain.Bahkan dalam usia sepuluh tahun dia telah hafal alquran seluruhnya. Atas keberhasilannya ibnu Sina dalam mengembangkan pemikiran filsafat sehingga dapat dinilai bahwa filsafat di tangannya telah mencapai puncaknya,dan arena prestasinya itu, ia berhak memperoleh gelar kehormatan dengan sebutan Al syeik ar rais (kiyahi ulama).
· Ibn Rusyd
Abu Al-walid Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn rusyd dilahirkan di cordova,Andalus pada tahun 510 H/1126 M,sekitar lima belas tahun wafatnay Al-ghazali ia lebih popular dengan Ibnu Rusyd. Dalam bukunya manahij al-addillah ibnu Rusyd berusaha membuktikan adanya Allah dengan apa yang disebutnya dalil inayah, pembuktian adalah sebagai berikut , bahwa tatanan alam dibuktikan melalui harmoni yang bisa dilihat pada bagian-bagiannya dan pada benda-benda yang ada didalamnya. Ia tidak hanya harmoni permukaan dan alhir saja tetapi juga harmoni dalam batin dan intinya, yang mengingatkan kita kepada tujuan internal yang dikatakan oleh kant, harmoni ini bukan kebetulan sich, tetapi merupakan ciptaan tuhan yang maha pengatur dan bijak.[2]
Suatu hal yang sangat mengagumkan ialah hampir seluruh hidupya ia bergunakan untuk belajar membaca.Menurut Ibnu abrar,walaupun rasanya terlalu funtastis sejak mulai berakal Ibnu Rusyd tidak pernah meninggalkan berfikir dan membaca,kecuali pada malam ayahnya meninggak dan malam perkawinannya.
Kesibukan Ibnu rusyd sebagai pejabat Negara,ketua mahkamah agung,guru besar,dan kedokteran istana menggantikan Ibnu Thufail yang sudah tua,tidak menghalanginya dalam menulis,bahkan ia sangat produktif dengan karya-karya ilmiyah dalam beberapa bidang ilmu pengetahuan.
2. Tokoh Aliran Iluminasionis
a. Suhrawardi
Syaikh Syihab Al-Din Abu al-futuh Yahya ibn Habasy ibn Amirak al-Suhrawardi, dilahirkan di Suhraward, Iran Barat Laut, dekat Zanjan pada tahun 548 H/1153 M. Ia dikenal dengan syaikh al-isyraq (Bapak Pencerahan), Al-Hakim (Sang Bijak), Al-Syahid (Sang Martir), dan Al-Maqtul (Yang Terbunuh). Julukan Al-Maqtul bekaitan dengan kematiannya yang dieksekusi.
Al-Suhrawardi belajar kepada seorang faqih dan teolog terkenal, yaitu Majduddin Al-jili, guru Fakhruddin Al-Raji. Dia belajar logika kepada Ibnu Sahlan Al-Sawi, penyusun kitab Al-Bashair Al-Nashiriyyah. Selain itu ia juga bergabung dengan para sufi serta hidup secara asketis. Dan di Halb ia belajar kepada Al-Syafir Iftikharuddin.
Ketiga pemikiran utama dari Suhrawardi adalah:[3]
1. Cahaya, disini cahaya dibagi dua; pertama, cahaya dalam realitas dirinya dan untuk dirinya. Cahaya ini merupakan bentuk asli, paling murni dan tidak tercampur unsur kegelapan sedikitpun, cahaya yang paling mandiri. Kedua, cahaya dalam dirinya sendiri tapi untuk sesuatu yang lain. Cahaya ini bersifat aksidental dan terkandung di dalam sesuatu yang lain. Cahaya yang tercampur dengan unsur kegelapan.
2. Kegelapan, kegelapan pun di bagi dua; pertama, kegelapan murni disebut substansi kabur (al-Jauhar al-Ghasiq). Kedua, kegelapan yang terdapat di dalam sesuatu yang lain, sudah terkontaminasi.
3. Barzakh (ishmus), yaitu pembatas, penyekat antara cahaya yang ada diatasnya dan cahaya yang ada dibawahnya. Perantara, penghubung antara yang nyata dengan yang gaib. Penghubung gelap dan terang, bentuk asli dari barzakh sendiri adalah gelap. Barzakh diumpamakan sebagai kaca riben.
b. Al Ghazali
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al Ghazali al Thusi (Hujjatul Islam) dilahirkan pada tahun 450 H /1058 M di Ghazalah sebuah daerah yang berdekatan dengan Thus yang termasuk kekuasaan Khurasan di Persi. Al Ghazali adalah seorang murid yang rajin dan sungguh-sungguh sehingga ia dapat menguasai berbagai disiplin ilmu seperti fiqih, ushul fiqih, mantiq dan filsafat bahkan ia termasuk yang menguasai dengan baik ilmu kalam Asy’ari.
Dengan kemampuannya itu ia dapat memahami pemikiran-pemikiran para filosof dan mengkritisinya serta menolak hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan ia banyak menulis materi-materi tersebut, karya-karyanya merupakan yang terbaik pada masa itu sehingga orang-orang banyak yang hormat dan kagum padanya.Pemikiran al ghazali lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran thomas aquinas dan immanuel kant.
c. Jalaludin ar rumi
Nama Asli Rumi adalah Muhammad Jalaluddin. Tetapi kemudian, ia terkenal dengan sebutan Maulana al-Rumi atau Rumi saja. Ia dilahirkan pada tanggal 6 Robiul Awwal 604 H (30 September 1207 M) di Balkh, yang pada saat itu masuk dalam wilayah kerajaan Khawarizm, Persia Utara. Rumi Lahir dari benih unggul. Dari pihak ayah, ia mempunyai garis keturunan Abu Bakar al-Shiddiq, sedangkan dari pihak ibu, ada hubungan darah dengan Ali ibn Abi Thalib. Ia juga termasuk keluarga kerajaan, karena kakeknya, Jalaluddin Huseyn al-Katibi, menikah dengan putri raja 'Ala al-Din Muhammad Khawarizm Syah. Dari perkawinan ini, lahirlah ayah Rumi yang bernama Muhammad, yang selanjutnya ia bergelar Baha' al-Din Walad, tokoh ulama dan guru besar di negerinya di masa itu yang juga bergelar Sultanu al-Ulama'.
Salah satu hal yang menarik dalam pemikiran Rumi adalah tentang sistem filsafatnya yang diyakini sebagai sebuah sistem filsafat yang terbuka.
d. Ibn Arabi
Nama lengkapnya Muhammad Ibnu Ali ibnu Muhammad Ibnu ’Arabi al Tha’i al Hatimi. Ibnu ‘Arabi dilahirkan pada 17 Ramadan 560 H, bertepatan dengan 28 Juli 1165 m, di Mursia, Spanyol bagian tenggara. pemikiran Ibnu ‘Arabi dapat dilihat dari dua sudut pandang, yakni tasawuf dan filsafat, meskipun tidak secara murni. Jika dalam membahasnya kita menggunakan kacamata tasawuf, maka pemikirannya dapat dikategorikan tasawuf filosofis. Jika menggunakan kacamata filsafat, maka pemikirannya dikategorikan filsafat mistis.
e. Tokoh Aliran Al-hikmah Al-muta’aliyah
(Mulla Shadra)
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ibrahim bin yahya al-Qamawi al-Syirazy, yang bergelar Shadr al-Din dan lebih popular dengan sebutan Mulla Shadra atau Shard al-Muta’alihin, dan dikalangan murid-murid serta pengikutnya disebut ‘Akhund’.
Dia dilahirkan di Syraiz sekitar tahun 979-80 H/1571-72 M dalam sebuah keluarga ysng cukup berpengaruh dan terkenal, yaitu keluarga Qawam. Ayahnya adalah Ibrahim bin yahya al-Qawami al-Syirazy salah seorang yang berilmu dan saleh, dan dikatakan pernah menjabat sebagai Gubernur Provinsi fars. Secara sosial-politik, ia memeiliki kekuasaan yang istimewa di kota asalnya, Syiraz.
Pada sumber-sumber tradisional, tahun kelahinnya tidak ditetapkan, dan baru diketahui kemudian ketikan ‘Alamah sayyid Muhammad Hussein Tabtaba’I melakukan kereksi terhadap edisi baru Al-Hikmah Al-Muta’aliyyah dan mempersiapkan penerbitannya. Pada catatan pinggir yang ditulis oleh pengarangnya sendiri, ketika ia membicarakan tentang kesatuan antara subyek yang berfikir dan objek pemikirannya (dalam istilah filosofinya dikenal sebagai ittihad al-aqil bi al-ma’kul), ditemukan kalimah sebagai berikut: “ Aku memperoleh inspirasi ini pada sa’at matahari terbit dihari jum’at, pada tanggal 7 Jumadi al-Ula tahun 1037 (bertepatan dengan 14 januari 1628), ketika usiaku telah mencapai 58 tahun’’.
Pendidikan formal Mulla Shadra tampaknya telah mempersiapkan dirinya untuk mengemban tugas yang maha besar ini. Mengikuti penjelasannya sendiri dalam Al-Asfhar Al-Arba’ah, para sejarawan membagi biografi Mulla Shadra ke dalam tiga periode:
1. Periode pertama
Pendidikan formalnya berlangsung di bawah guru-guru terbaik pada zamannya. Tidak sama seperti filosof lainnya, dia menerima pendidikan dari tradisi Syiah: fiqih Ja’fari, ilmu hadis, tafsir dan syarah Al-Qur’an di bawah bimbingan Baha‘uddin al-‘amali (w. 1031 H/1622 M), yang meletakkan dasar fiqih-baru Syi’ah. Selanjutnya ia belajar pada filosof peripatetik Mir Fenderski (w. 1050 H/1641 M) namun gurunya yang utama adalah teolog-filosof, Muhammad yang dikenal sebagai Mir Damad (1041 H/1631 M). Damad nampaknya merupakan pemikir papan atas yang mempunyai orisinilitas dan juga dijuluki Sang Guru Ketiga (setelah Aristotles dan Al-Farabi). Tampkanya, ketika Mulla Shadra ini muncul, filsafat yang ada, dan yang umumnya diajarkan, adalah tradisi neoplatonik-peripatetik Ibn Sina dan para pengikutnya.
2. Periode kedua
Dia menarik diri dari khalayak dan melakukan uzlah di sebuah desa kecil dekat Qum. Selama pereode ini, pengetahuan yang diperolehnya mengalami kristalisasi yang semakin utuh, serta menemukan tempat dalam mengasah kreativitasnya. Beberapa bagian dari Al-Asfar al-Arba’ah disusunnya pada pereode ini.
3. Periode ketiga
Dia kembali mengajar di Syiraz, dan menolak tawaran untuk mengajar dan menduduki jabatan di Isfahan. Semua karya pentingnya dia hasilkan dalam pereode ini. Dia tidak berhenti untuk menghidupkan semangat kontemplatifnya dan juga melakukan praktek asketis -sebagaimana disebutkan dalam karyanya- sehingga beberapa argument filosofisnya dia peroleh melalui pengalaman-pengalaman visionernya (mukasyafah).
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu Philos dan Sophia yang berarti cinta kebijaksaan atau belajar. Lebih dari itu dapet di artikan cinta belajar pada umumnya termasuk dalam suatu ilmu yang kita sebut sekarang dengan filsafat. Aliran utama filsafat pendidikan islam yang telah dibahas memiliki pendapat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
B. Kritik dan Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun, apabila masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan maupun penyampaian, saran yang membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki makalah selanjutnya.
Daftar Pustaka
Dr. Ibrahim madkour, 2004. aliran dan teori filsafat islam. Jakarta: bumi aksara
Syaifan Nur, , 2001. Filsafat Wujud Mulla Shadra . Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Thawilahyar dasoeki, 1993. Sebuah komplikasi filsafat islam. Semarang: Dina utama semarang
http://ayinfisafat.blogspot.co.id/2014/11/mulla-sadra.html
Comments
Post a Comment